What If hadir siang itu. Terima kasih Kak, tanda tangan dan
kutipannya! Awalnya mau nunda baca karna ada event, tapi ternyata pesona cover
dengan gambar toples itu bikin aku buka halaman pertama, terus, prolog, terus,
terus… sampai tamat. Dah, kemudian ninggalin event. Hahahahaha.
Kenapa sih, kenapa, kenapa coba tiap munculnya novel baru Kak
Morra, selalu aja, pas. Nggak mau sok-sok menyamakan, sih, tapi entah kenapa,
pas aja, gitu. Waktu Notasi, kan, aku lagi di masa-masa aktif organisasi,
himpunan, kepanitiaan, sampe lelah. Kali ini masanya aku lagi praktek ngajar.
Kamila banget, gitu. Hahahaha.
Kisah ini tentang Kamila, Jupiter, dan orang-orang yang ada
di sekitar mereka. Finn, Anjani, Ali Akbar, Steven, atau Helena. Lagi, ih,
karakter buatan Kak Morra selalu terlihat nyata, ada, dan bisa ditemui di
kampus, di ruang-ruang kelas, ruang-ruang BEM, kantin kampus, dan sekitarnya.
Yang paling aku suka,
Jupiter. Piter ini mampu menarik perhatian sejak awal
kemunculannya. Tipikal mahasiswa yang nggak peduli akademik, iseng, ceplas-ceplos,
jarang mandi. Mungkin nilai tambahnya cuma cakep—dan mata cokelat itu bagi
Kamila. Jadi rasanya Piter ini salah jurusan, kali. Atau emang anaknya udah
begitu setting-nya. Tapi kalo soal gombal, udah dapet sertifikat, kali. Dan,
soal usaha, patut banget dikasih jempol. Ini anak emang pantang mundur, atau
batu.
Terus, Kamila. Tipikal mahasiswa teratur, serius, aktif.
Nggak asik, kali. Tapi bagi Piter, ia selalu terlihat indah dan menyenangkan. Perjuangan
Kamila atas apa-apa yang ada dihidupnya bener-bener tangguh. Perempuan strong. Walau…
"Aku anal."
"I like that."
Kamila memutar bola mata. Piter tersenyum diam-diam, "Mau anal kek, mau oral kek,"
Sebaris kelakuan
si Piter. Tipikal mahasiswa tukang nonton anal, oral… diajak serius, malah bercanda. Kan gemesin.
Ada juga pasangan Finn dan Anjani. Steven, Helena, dan… Ali
Akbar, mahasiswa yang udah pasti ngeselin banget. Nggak, nggak banget, deh. Ini
akunya aja yang emang nggak suka karakter kayak dia. Trauma, kayak ketua
kelompok KKN semester lalu. Lah, curhat.
What If ini pelik buat orang-orang yang kisah cintanya kayak
mereka; Piter dan Kamila. Finn dan Anjani. Semacam ditampar, disodorin
kenyataan, dipaksa sadar. Berbeda mungkin terasa menyenangkan dalam beberapa
hubungan, tapi bukan di hubungan kayak Piter dan Kamila ini. Jadi semacam ngapain sih dijalanin, kalo ujungnya udah
jelas gimana…
Dan, bener, kan. Ending What If begitu. Walaupun rasanya mau
protes, tapi emang gitu kenyataannya. Aku suka setiap ending yang Kak Morra
buat, nggak bikin hati menghangat, yang ada malah mencelos, tapi realistis.
Itulah yang bakal terjadi di kehidupan. Karna hidup nggak melulu sesuai apa
yang kita mau.
Ditunggu Edgar-nya Kak. Dan, William Hakim masih tetep nomor
satu, sih. Meski dalam sebulan ke depan aku masih bakal ungkit Piter terus. Aku
juga suka Piter yang pede mampus itu. Hehehehe.
P.S. Kak Morra, aku penasaran sama kampusnya Kamila. Itu,
familiar banget daerahnya. Rasanya mau nebak, tapi nggak yakin. :P
Comments