Karna pada
akhirnya aku mulai berubah.
Careless. Heartless.
Belakangan
ini aku ngerasa begitu. Tingkat ketidakpedulian meninggi. Dan itu buruk. Cuma beberapa
hal aja yang aku peduliin. Terutama keluarga. Itu aja cukup. Sisanya terserah lo mau ngapain juga gua nggak
peduli—gitu kira-kira.
Gara-gara
postingan Marisa yang ini, aku juga pelan-pelan liat ke belakang. Aku di masa lalu.
Aku di masa-masa SMA. Masih berantakan, masih sering lupa diri, luapin
segalanya secara spontan, masih labil, dikit-dikit galau, dan sangat-sangat-sangat
alay. Tapi dibanding aku yang sekarang. Sama kayak Marisa. Aku pun lebih suka
aku yang dulu. Rika di masa lalu. Rika yang pernah dibilang “Lo, dengan mimpi yang langit bahkan bukan
batasannya.”
Aku. Si
pemimpi. Si pembuat mimpi.
Dan sekarang.
Semua serba terbatas. Aku terlalu terpaku sama sesuatu. Aku terlalu banyak
mikir. Apa-apa dipikir. Ini-itu dipilih. Rika yang sekarang terlalu takut buat
pindah, bahkan buat sekedar bergerak. Ruangnya sempit.
Dulu,
aku bebas ceritain apa-apa yang terjadi di sekeliling. Terkadang terlalu detail. Hal kecil pun nggak luput dari
jejak blog ini. Tapi sekarang, disamping rekaman ingatan aku mulai menua, aku
mulai mikir-mikir kalo mau nulis suatu kejadian di blog ini. Atau terkadang
udah nulis, lalu ditinggal gitu aja. Kasian cuma jadi draft.
Dear orang-orang yang aku sayang—
Aku
bukannya lupa. Aku selalu inget. Tapi ada satu—dan beberapa hal—yang mungkin
aku mulai nggak ngerti. Bukan lupa kaliannya.
Astri. Astri
di mana sekarang? Apa kabar?—Tapi aku tau. Dari line. Udah—nggak lebih. Itu rasanya
memalukan. Nggak pernah berani tanya, nggak pernah berani komentar. Aku kangen.
Mau ketemu. Rasanya udah berbulan-bulan sejak kita ketemu di—aku inget—di acara job fair itu.
Pertemuan yang terlalu singkat.
Mirza. Aku
kangen, mau ketemu. Cukup itu. Karna ada banyak hal yang terlalu susah ditulis.
Mungkin kita nggak putus komunikasi, tapi aku yakin… ada yang putus dari
koneksi kita—entah apa itu—aku yakin. Belakangan ini aku berubah. Dan itu jadi
masalah—aku takut.
Amyus. Tetep
jadi yang paling santai. Aku yakin Amyus pun mulai ngerasa aku berubah. Aku
udah nggak lagi kayak dulu. Jauh dari kata periang. Aku yang sekarang lebih
terlihat ‘sok-dewasa’. Dan aku yakin Amyus sadar.
Cinta. Jangan
tanya lagi, aku nggak ngerti harus jawab apa. Di kampus. Di mana pun. Aku sadar
aku berubah.
Cecil. Aku
bukan nyalahin. Tapi, you’ve changed too.
Semuanya.
Mungkin kalo aku nggak bisa lagi jadi Rika yang dulu, —aku sedikit-sedikit
bakal mulai berubah. Lebih memperhatikan.
HAHHH! Anyway, KHS semester 4 udah bisa diliat.
Dan, entah harus berapa kali aku bersyukur. Terima kasih ya Allah. Hasilnya sesuai
sama yang aku mau . :)
Malam. Selamat
mimpi indah. Aku juga—karna belakangan ini aku selalu mimpi buruk. Oh ya, bagi
yang menjalankannya. Selamat memasuki bulan Ramadhan dan menjalankan ibadah
puasa dengan lancar. Amin.
FYI, aku
puasa hari minggu. Hehe.
Comments
Rika, ternyata gak cuma gue ya anak fase dewasa labil yang ngerasa kayak gini. anyway good luck buat lo, dulu temen gue ada yang bilang. umur-umur kita sekarang itu adalah umur penentuan pakem jati diri. Semoga kita nemu jalan dan jati diri yang pas ya.
Kok kayaknya kita dihantui sama labil, sih. Dulu fase abg labil, sekarang fase dewasa labil. Namanya juga hidup sih ya. Thanks Marisa, yuk sama-sama berjuang. Semoga lekas diluruskan dari kelabilan ini.
~ HIMYM ~