“Ada hal-hal yang di luar kuasa kita. Seperti
kematian—konsensi seluruh elemen alam semesta yang bekerja sama di bawah hukum
yang diatur Tuhan. Ingatlah ini, Layla. Inilah saat-saat ketika keikhlasan kita
diuji.” —Believe, Morra Quatro
Aku
selalu terbius sama barisan kata-kata Morra Quatro—entah kenapa, entah karena
apa. Bahkan sekarang William Hakim udah nggak ada, tapi kata-kata kak Morra itu
terlalu hidup. Aku ngerti kenapa aku suka sama novel-novelnya kak Morra,
kata-katanya punya nyawa, hidup, dan seluruh karakternya hidup—itu buat aku.
Aku mau
cerita soal Believe, novel keduanya kak Morra. Ini telat—pake banget. Maaf kak
Morra, aku baru nemu novelnya kemarin, mungkin aku yang kurang mau berusaha
nyari.
Believe
ini novel yang menurutku… nampar banget. Aku ngerasain segala hal yang
berhubungan sama yang namanya LDR—apalah itu, hubungan jarak jauh. Kisah
tentang Langit dan Biru yang dipisahkan jarak, kisah yang sulit, kisah yang…
penuh perjuangan.
Di
lembaran awalnya aja aku udah mulai ditampar, waktu Langit dan Biru
telpon-telponan, Langit bilang kalo dia mau pergi ke Kairo, Biru nangis, Langit
bikin Biru ketawa pas Biru lagi nangis. Oke, aku punya emosi sendiri pas baca
bagian ini.
Waktu
Langit mau berangkat ke Kairo, Biru harus ngelawan macetnya Jakarta biar bisa
ketemu Langit dulu di bandara. Sayangnya… Biru gagal. Waktunya nggak cukup. Dan
langit udah ada di dalem pesawat.
Dan!—mungkin
aku yang nyama-nyamain (tapi emang sama kok). Waktu Langit pulang dari Kairo,
Jakarta lagi musim penghujan dan… Banjir. Ini persis. Persis banget kayak bulan
lalu di Jakarta.
Buat seluruh
kalimat di setiap lembaran novel Believe ini aku punya emosi sendiri. Yang
kadang bilang “Oh iya, waktu itu aku juga
gitu.” atau “Oh iya, kenapa aku nggak
sadar waktu itu.” dll.
Novelnya
bagus. Pertama—diliat dari covernya—keren, lucu, bagus, warna ungu terus ada
bunga-bunganya gitu. Temen aku aja waktu pertama kali liat langsung suka. Terus
isinya, nggak perlu ditanya, keren. Konsepnya lucu, point of view-nya dari
banyak karakter, mulai dari Biru, Langit, bahkan ada Rara dan Medina.
Inspiratif,
ya. Banyak kisah di novel ini yang bikin aku ngangguk-ngangguk—sadar. Dan belajar
banyak dari pengalaman.
Aku suka
sama novel ini. Sama novel keduanya kak Morra. Emang sih belum bisa ngalahin
Forgiven (Morra Quatro) yang sampe sekarang masih jadi novel yang
paling-paling-paling aku suka. Tapi Believe, aku jadi percaya—
Maksudnya,
aku jadi percaya keajaiaban itu ada. Kalo Tuhan udah berkehendak, pasti bisa.
Dan tentang empat puluh amin—doa yang
diamini empat puluh orang, insya Allah akan diijabah—gitu katanya. Jadi, apa
aku harus ngumpulin empat puluh amin itu?
Iya, aku
mau.
Believe
ini bagus. Ayo baca! Ayo! Apalagi yang hubungannya dipisahin sama jarak tuh,
biar sadar, biar makin percaya juga. Aku sih, udah telat. Jadi udah dikalahin
jarak duluan. Nyeh, curhat -_-
Ini
sinopsisnya,
Kalau
bagimu merindukanku adalah hal yang berat, harusnya kau mencoba bagaimana
caraku merindukanmu. Kau adalah matahari yang menghangatkan pagiku, dan bulan
yang menerangi selama tidur malamku. Tak bosan aku merapalmu dalam doa-doaku,
berusaha mengetuk hati Tuhan supaya berbaik hati mengirimkanmu untukku.
Tak
perlulah kamu tahu berapa banyak air mata yang membasahi bantal saat khayalku
terbawa dalam kenangan tentangmu. Dan, aku pun tak ingin kamu ikut sedih ketika
tahu betapa dinginnya hari-hari tanpa senyummu....
Jadi,
beri tahu aku, kapan kau akan kembali?Atau, haruskah aku lagi-lagi mengganggu
Tuhan sampai Dia mengabulkan permintaanku?
Comments