Every Step I Have Taken

Kumamoto-shi,
1 April 2015 / 23:22

Ini soal mimpi.
Mimpi ini mulai muncul waktu aku masih kelas satu SMP.
Simpel. Pergi ke Jepang.
Dengan motivasi yang cukup aneh dan nggak masuk akal juga. Mau ketemu Sasuke.

Tapi lama kelamaan aku makin excited. Setelah ketemu Ray, temenku anak Jogja yang waktu itu dapet kesempatan pergi ke Jepang karna menang lomba pidato. Dari situ, mimpi ini makin tumbuh.
Terus tumbuh.

Sampe aku masuk SMA. Ketemu pelajaran bahasa Jepang. Ketemu Sensei yang kasih motivasi untuk ikut pidato pada akhirnya, dan emang nggak bisa sampe ke tingkat nasional, tapi waktu itu aku yakin motivasi aku bukan lagi sekedar mau ketemu Sasuke. Ada yang lain. Diluar itu, mulai cari tahu soal Jepang. Mulai tertarik soal sekolah di sana, kehidupan orang-orangnya, dan lain-lain. Bahkan pernah diolok-olok, dipanggil Nippon. Dibilang freak. Banyaklah.

Dan, pastinya… diremehin.

Aku masuk jurusan Bahasa Jepang, yang kalo diliat masyarakat awam dianggap nggak akan punya impact buat negeri tercinta ini.
Tapi saat itu aku tutup telinga. Aku pikir, every step I have taken, since I was decided that major, has been to bring myself closer to my dream.
Aku nggak akan mundur. Karna maju perlahan katanya lebih baik, daripada mundur walaupun cuma selangkah.

Dua tahun belajar, dapet banyak ilmu. Rasanya aku nggak pernah nyesel milih jurusan ini. Bahkan sampe detik ini. Capek pasti, tapi bertahan itu hukumnya wajib.

Sampe akhirnya aku dapet kesempatan ini.

31 Maret 2015
Bandara Soekarno-Hatta
Finnaly! It’s time to get ready for my flight. Can’t believe the day is here.

Mimpi ini bisa jadi kenyataan berkat Teater Enjuku. Selama satu tahun berusaha bertahan, lakuin yang terbaik, capek, sakit, pusing sama kuliah, tapi harus selalu latihan tiap sabtu-minggu. Aku udah lewatin masa-masa itu.
Kalo kata Titan, “Di dunia ini nggak ada yang namanya kebetulan, karna semuanya udah tertulis.”

Kalo waktu itu aku ragu dan lebih milih Sastra Inggris. Mungkin aku nggak akan diolok-olok. Nggak akan tumbuh, nggak akan terpacu. Dan pasti aku lupa pernah mimpi pergi ke Jepang.

Lupa, atau udah nyerah duluan…

Dan kalo aku nggak masuk jurusan Bahasa Jepang, aku nggak mungkin tau Teater Enjuku, nggak akan ngasih formulir masuk ke Nova. Nasib mimpi ini pasti bakal sama. Memudar. Hilang.

Kalo ada ungkapan yang lebih besar maknanya dari ‘terima kasih’, aku kasih ungkapan itu ke Kaikiri sensei—pembimbing Enjuku, temen, ibu yang paling aku adore. Terima kasih atas kepercayaan dan kesempatannya buat aku. Aku bukan siapa-siapa, aku juga nggak punya bakat apa-apa. Tapi sensei kasih kepercayaan itu. Dan aku punya kesempatan buat mimpiku jadi nyata.

Ini bukan soal pergi ke luar negerinya. Ini soal lain, soal mimpi-mimpi yang dulu sering diumbar-umbar. Bukan sekedar pengen-pengenan. Bukan soal liburan. Bukan—

Ini soal mimpi bawa nama Indonesia ke Jepang.

Ini juga pembuktian kalo aku tuh bisa. Apa-apa yang aku suka dari dulu, pasti ada manfaatnya. Dan, never believe those who says you can’t. Nggak ada yang nggak mungkin, asalkan percaya sama diri sendiri.

Dan mulai hari ini, mimpi ini akan terus tumbuh.
Aku nggak perlu ragu.

***

Notes:
Aku baru sempet posting. Lama nggak buka blog ini. Berasa udah jadi manusia paling sibuk, hih. Tapi sebenernya aku kangen ngeblog. Aku kangen berbagi tulisan di sini dengan atau tanpa pembaca. Kalo kata seorang sastrawan besar kita, “Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”

Happy blogging! Aku baru liburan, semester enam udah abis, semester paling heboh dan ancur-ancuran! Nanti aku cerita soal itu, soal amit-amitnya semester enam! IHHH!


Dan, selamat puasa bagi temen-temen yang menjalankan. Almost setengah jalan ya. Semoga lancar sampe lebaran. Sahur dulu ya!

Comments